Jumat, 21 Mei 2010

Perahu Layar Motor Semakin Jarang Terlihat Di Pantai Bau-Bau


Perahu layar motor adalah jenis kapal laut yang penggerak utamanya adalah layar dibantu motor disel. Kapal jenis ini umumnya terbuat dari kayu. Jenisnya pun beragam mulai dari Nade, Soppe, Botti hingga Bangka (Lambo). Makin besar dan banyak layarnya, makin cepat pula kapal itu bergerak di lautan. Mesin yang disematkan padanya hanya berguna saat hendak melakukan manuver sulit di pelabuhan yang ramai ataupun pelabuhan yang banyak terumbu karangnya (seperti di Kepulauan Tukang Besi yang sekarang telah menjadi Kabupaten Wakatobi). Perahu layar motor menemukan masa kejayaannya di era 80-an. Terbukti dengan banyaknya kapal-kapal jenis ini yang melakukan aktifitas bongkar muat di pelabuhan Bau-Bau pada masa itu. Seiring perkembangan jaman, perdagangan di Indonesia semakin menuntut kecepatan dan ketepatan waktu pengiriman barang via laut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, para saudagar kapal di Sulawesi Tenggara menemukan bahwa motor disel adalah kunci jawabannya. Maka tersingkirlah secara perlahan-lahan perahu layar motor dari teater perdagangan maritim di Provinsi ini. Tidaklah mengherankan, memasuki era milenium, para saudagar kapal mulai berlomba-lomba membangun kapal baru dengan motor disel sebagai penggerak utama kapal. Tiang-tiang kapal yang tinggi sebagai penopang layar mulai disingkirkan dari perencanaan. Meski bahan dasar pembangunan tetap dari kayu, kapal-kapal tersebut mulai berganti model dan bentuk. Para pembuat kapal terpaksa menerima gambar rencana dari para insinyur perkapalan, yang pada masa-masa sebelumnya mereka membangun kapal tanpa dibantu gambar design sebagai pola pembangunan, karena mereka sejak dahulu sudah terbiasa membuat hanya satu model perahu, yakni perahu layar (Nade, Bangka, Botti, Soppe, Lambo). Jadi logis kalau anak-anak remaja kita yang sedang menikmati pemandangan di Pantai Kamali, Pantai Wameo, Pantai Bone-Bone, Pantai Lakologou sudah jarang mendapati perahu layar motor dari jenis yang disebutkan di atas. Kapal-kapal moderen baik kapal kayu, kapal baja maupun kapal fiberglass berebut memenuhi setiap ruang pelabuhan dan penambatan kapal di Bau-Bau. Nade, Bangka, Botti, Soppe, dan Lambo kini hanya tinggal nostalgia. Pemandangan seperti itu akan terus terlihat hingga masa-masa yang akan datang. Disadari atau tidak, Bau-Bau kini telah menerima dampak evolusi perkapalan di Nusantara. Era Kapitalisme disektor maritim rupanya telah merambah kita. Mau tidak mau para saudagar kapal di wilayah ini akan tetap terperangkap dalam cengkraman kapitalisme. Apa boleh buat, perdagangan harus jalan terus. Konseptor wisata pelabuhan Pemkot Bau-Bau harus juga menyesuaikan diri dengan keadaan ini. "Selamat Datang Kapitalisme Maritim di Bumi Semerbak"....!!!!!!

1 komentar: